Tugas
3
Wayang yang sampai saat ini masih
senantiasa dilestarikan…
Wayang berasal dari kata wayangan yaitu sumber ilham dalam menggambar wujud
tokoh dan cerita sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar karena
sumber aslinya telah hilang, di awalnya, wayang adalah bagian dari kegiatan
religi animism menyembah ‘hyang’, itulah inti-nya dilakukan antara lain di
saat-saat panenan atau taneman dalam bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun
‘merti desa’ agar panen berhasil atau pun agar desa terhindar dari segala mala
(masih ingat lakon ‘sudamala’, kan?) di tahun (898 – 910) M wayang sudah menjadi wayang purwa namun tetap masih
ditujukan untuk menyembah para sanghyang seperti yang tertulis dalam prasasti
balitung igaligi mawayang buat hyang, macarita bhima ya kumara (terjemahan
kasaran-nya kira-kira begini : menggelar wayang untuk para hyang menceritakan
tentang bima sang kumara) di jaman mataram hindu ini, ramayana dari india
berhasil dituliskan dalam bahasa jawa kuna (kawi) pada masa raja darmawangsa,
996 – 1042 M
mahabharata yang berbahasa sansekerta delapan belas parwa dirakit menjadi
sembilan parwa bahasa jawa kuna lalu arjuna wiwaha berhasil disusun oleh mpu
kanwa di masa raja erlangga sampai di jaman kerajaan kediri dan raja jayabaya mpu sedah mulai menyusun
serat bharatayuda yang lalu diselesaikan oleh mpu panuluh tak puas dengan itu
saja, mpu panuluh lalu menyusun serat hariwangsa dan kemudian serat
gatutkacasraya menurut serat centhini, sang jayabaya lah yang memerintahkan
menuliskan ke rontal (daun lontar, disusun seperti kerai, disatukan dengan
tali) di jaman awal majapahit wayang digambar di kertas jawi (saya juga tidak
tahu, apa arti ‘kertas jawi’ ini ) dan sudah dilengkapi dengan berbagai hiasan
pakaian masa-masa awal abad sepuluh bisa kita sebut sebagai globalisasi tahap satu ke
tanah jawa kepercayaan animisme mulai digeser oleh pengaruh agama hindu yang membuat
‘naik’-nya pamor tokoh ‘dewa’ yang kini ‘ditempatkan’ berada di atas ‘hyang’ abad duabelas sampai abad limabelas adalah masa ‘sekularisasi’ wayang tahap
satu dengan mulai disusunnya berbagai mythos yang mengagungkan para raja
sebagai keturunan langsung para dewa abad limabelas adalah dimulainya
globalisasi jawa tahap dua kini pengaruh budaya islam yang mulai meresap tanpa
terasa dan pada awal abad keenambelas berdirilah kerajaan demak ( 1500 – 1550 M
) ternyata banyak kaidah wayang yang berbenturan dengan ajaran islam maka raden
patah memerintahkan mengubah beberapa aturan wayang yang segera dilaksanakan oleh
para wali secara gotongroyong wayang beber karya prabangkara (jaman majapahit)
segera direka-ulang dibuat dari kulit kerbau yang ditipiskan (di wilayah
kerajaan demak masa itu, sapi tidak boleh dipotong untuk menghormati penganut
hindu yang masih banyak agar tidak terjadi kerusuhan berthema sara . . . )
gambar dibuat menyamping, tangan dipanjangkan, digapit dengan penguat tanduk
kerbau, dan disimping sunan bonang menyusun struktur dramatika-nya sunan
prawata menambahkan tokoh raksasa dan kera dan juga menambahkan beberapa
skenario cerita raden patah menambahkan tokoh gajah dan wayang prampogan sunan
kalijaga mengubah sarana pertunjukan yang awalnya dari kayu kini terdiri dari
batang pisang, blencong, kotak wayang, dan gunungan sunan kudus kebagian tugas men-dalang ‘suluk’ masih tetap dipertahankan, dan
ditambah dengan greget saut dan adha-adha pada masa sultan trenggana bentuk
wayang semakin dipermanis lagi mata, mulut, dan telinga mulai ditatahkan
(tadinya hanya digambarkan di kulit kerbau tipis) susuhunan ratu tunggal,
pengganti sultan trenggana, tidak mau kalah dia ciptakan model mata liyepan dan
thelengan selain wayang purwa sang ratu juga memunculkan wayang gedhog yang hanya digelar
di lingkungan dalam keraton saja sementara untuk konsumsi rakyat jelata sunan bonang menyusun wayang
damarwulan jaman kerajaan pajang memberikan ciri khas baru wayang gedhog dan
wayang kulit mulai ditatah tiga dimensi (mulai ada lekukan pada tatahan) bentuk
wayang semakin ditata : raja dan ratu memakai mahkota/topong rambut para satria
mulai ditata, memakai praba dan juga mulai ditambahkan celana dan kain di jaman ini pula lah sunan kudus memperkenalkan wayang golek dari kayu
sedang sunan kalijaga menyusun wayang topeng dari kisah-kisah wayang gedog
dengan demikian wayang gedog pun sudah mulai memasyarakat di luar keratin di
masa mataram islam wayang semakin berkembang
panembahan senapati menambahkan berbagai tokoh burung dan hewan hutan dan
rambut wayang ditatah semakin halus sultan agung anyakrawati menambahkan unsur
gerak pada wayang kulit pundak, siku, dan pergelangan wayang mulai diberi sendi
posisi tangan berbentuk ‘nyempurit’ dengan adanya inovasi ini muncul pula tokoh
baru : cakil, tokoh raksasa bertubuh ramping yang sangat gesit dan cekatan
sultan agung anyakrakusuma, pengganti beliau, ikut menyumbang bentuk mata
semakin diperbanyak dan pada beberapa tokoh dibuat beberapa wanda (bentuk)
setelah semua selesai dilaksanakan, diciptakan seorang tokoh baru raksasa berambut
merah bertaji seperti kuku yang akhirnya disebut ‘buta prapatan’ atau ‘buta
rambutgeni’ (catatan hms : mungkinkah ini ada kaitannya dengan berdirinya voc
di tahun 1602 ? ) berbagai inovasi dan reka-ulang wayang masih terus
berlangsung dari jaman mataram islam sampai jaman sekarang
a.l. dengan munculnya ide-ide ‘nyeleneh’ para dhalang berbagai peralatan
elektronis mulai ikut berperan dalam tata panggung maupun perangkat gamelan
begitu pula dalam hal tata pakaian yang dikenakan oleh ki dhalang, pesinden,
maupun para juru karawitan dalam hal skenario-nya pun senantiasa ada pergeseran
sehingga kini sudah semakin sulit dihakimi mana yang cerita ‘pakem’ dan mana ‘carangan’ (cerita tentang asal-usul semar,
misalnya, ada beberapa versi yang semuanya layak untuk dipelajari).
Komentar saya :
Sampai saat ini pagelaran wayang masih sering
dipertunjukkan. Contohnya di TMII, hampir setiap bulan pagelaran wayang
ditayangkan, belum lagi dibeberapa tempat lainnya. Itu menunjukkan bahwa adat
dan budaya di Indonesia masih belum terlalu banyak yang berubah. Otomatis masih
ada waktu untuk kita sebagai generasi muda untuk melestrikan sejarah kebudayaan
Indonesia yang fenomenal ini. Kebangsaan timur di Indonesia masih begitu melekat
pada masyarakat Indonesia terutama pada kaum tua. Adat istiadat itulah yang
membentuk semua kebudayaan di Indonesia termasuk wayangan ini.
Memang ada banyak sekali sejarah kebudayaan di
bangsa Indonesia ini, namun ada diantara kebudayaan tersebut yang juga direbut
oleh bangsa lain, akan tetapi Indonesia masih memiliki beragam sejarah
kebudayaan. Kita sebagai kaum muda wajib melestarikannya tidak hanya kebudayaan
wayangan saja, dengan melakukan itu maka bangsa Indonesia akan banyak lebih
dikenal melalui sejarah kebudayaannya oleh bangsa lain.
Sumber :